Sabtu, 14 Juni 2014

Masjid Agung Garut, Saksi Bisu Sejarah Kota

     Salah satu tempat yang nyaris selalu saya singgahi jika berkunjung ke kota Garut, Jawa Barat adalah Masjid Agung Garut. Suasananya yang teduh dan lokasinya yang strategis, tak jauh dari pusat keramaian membuat masjid yang satu ini kerap menjadi tempat transit bagi para pelancong dalam negeri untuk shalat dan beristirahat sejenak. Pilihan mereka tidak keliru. Terlebih di area halaman masjid dan sekitar alun-alun Garut terdapat sejumlah pedagang makanan yang bisa kita pilih untuk mengisi perut setelah lelah menempuh perjalanan. Apalagi pada bulan Ramadhan. Menjelang senja, tempat ini menjadi salah satu lokasi favorit bagi para wisatawan lokal dan penduduk kota Garut untuk mencari menu tajil.
“Masjid Agung Garut Menjelang Senja (indrakh)” From Garut
Berbicara mengenai Masjid Agung Garut sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari tapak-tapak sejarah kota maupun Kabupaten Garut itu sendiri. Setelah sempat dibubarkan pada era Daendels akibat rendahnya produksi kopi dari daerah ini, Kabupaten Limbangan yang menjadi cikal bakal Garut akhirnya dibentuk kembali sekitar tahun 1813. Karena Suci yang sebelumnya menjadi ibukota dianggap sudah tidak layak, maka wilayah yang terletak sekitar 5 Km dari arah Suci menjadi pilihan.
Seperti konsep yang banyak diterapkan di mayoritas kota-kota di Indonesia, dimana pusat kota biasa terdiri dari alun-alun, masjid, penjara, pusat pemerintahan, dll, pemerintah zaman itu pun menerapkan hal yang samapada kota ini. Maka bila ditilik dari sisi sejarah, Masjid Agung Garut ini termasuk salah satu masjid tertua di bumi Priangan.
“Interior Masjid Agung Garut (indrakh)” From Garut
Wajah masjid yang bisa Anda lihat saat ini juga bukan rupa yang sama dengan Masjid Agung Garut pada awal abad ke 19. Perubahan mencolok terletak pada bentuk kubah. Seperti umumnya masjid di Priangan termasuk Masjid Agung Bandung, Masjid Agung Garut pada masa itu pun menganut konsep tajuk tumpang tiga atau lebih dikenal dengan atap “nyungcung.” Itulah mengapa di tanah sunda jaman baheula (dulu – red) sering kita dengar istilah“ka bale nyungcung” untuk menggambarkan pasangan yang akan melakukan akad nikah di masjid agung.
Masjid yang terletak di Jl. Ahmad Yani, Garut ini entah sudah berapa kali mengalami renovasi. Namun yang tercatat pada batu prasasti di Masjid tersebut menyatakan bahwa renovasi pernah dilakukan pada 10 November 1994 dan rampung pada 25 Agustus tahun 1998.
Semoga saja keberadaan salah satu saksi bisu sejarah peradaban kota Garut ini bisa terus terpelihara. Tetap nyaman, asri dan tidak terdesak oleh bangunan lain yang berpotensi merusak wajah masjid itu sendiri. Sebagai warga Bandung, saya sendiri sering merasa iri bila melihat masjid-masjid di kota lain yang bisa menjadi landmark bagi kotanya. Sungguh beda dengan nasib Masjid Agung Bandung, yang meski sudah direnovasi namun tetap saja tidak bisa tampil ke depan sebagai icon pusat kota karena sudah dikepung oleh Mal dan gedung perkantoran.

Jumat, 13 Juni 2014

tugas

 pertama iskan seperti yang di bawah (PHI adalah konstanta fungsi nya untuk menentukan nilai)

 lalu tambahkan string & intejer( string berfungsi untuk variabel nilai & int untuk variabel angka )
 stelah terisi ketik seperi di bawah dengan di tambahkan double (double berfungsi untuk mengisi nilai desimal )
selesai itu lalu debug
maka akan keluar seperti di bawah lalu isikan bebas
 maka hasil nya akn seperti ini

Kamis, 12 Juni 2014

Stasiun cibatu - Stasiun kecil yang penuh sejarah


Statsiun Cibatu - Garut ( Sumber : Google )
      
      "Stasiun Cibatu didirikan pada tahun 1889 setelah diresmikannya jalur kereta api yang menghubungkan Stasiun Cicalengka dengan Cilacap oleh Staatsspoorwegen, maskapai kereta api milik Pemerintah Belanda. Pada tahun 1926 dibuka jalur baru yang menghubungkan Cibatu dengan Cikajang. Jalur kereta api Cibatu-Cikajang tercatat sebagai relasi jalur yang melewati rute jalur tertinggi di pulau Jawa (+ 1200 m), namun sejak tahun 1983 jalur kereta api Cibatu-Cikajang sudah tidak beroperasi lagi.

Tidak jauh dari Stasiun, dibangun pula dipo lokomotif sebagai tempat perbaikan & pemeliharaan lokomotif uap. Dipo lokomotif ini berfungsi pula sebagai dipo lokomotif cadangan jika ada lokomotif yang harus diganti dalam perjalanan karena kerusakan atau jika ada lokomotif dengan rangkaian yang membutuhkan tenaga tambahan (traksi ganda). Pada tahun 1983, seiring ditutupnya jalur Cibatu-Garut-Cikajang, dipo lokomotif Cibatu tidak lagi beroperasi sebagai salah satu dipo utama. Saat ini Dipo lokomotif Cibatu hanya berstatus sebagai sub dipo.


Pada era kolonial Belanda, Stasiun Cibatu merupakan stasiun primadona karena menjadi tempat pemberhentian wisatawan Eropa yang ingin berlibur ke daerah Garut. Dalam buku Seabad Grand Hotel Preanger 1897-1997 yang ditulis oleh Haryoto Kunto, antara tahun 1935-1940 setiap hari di stasiun Cibatu diparkir selusin taksi dan limousine milik hotel-hotel di Garut, di antaranya Hotel Papandayan, Villa Dolce, Hotel Belvedere, Hotel Van Hengel, Hotel Bagendit, Villa Pautine, dan Hotel Grand Ngamplang. Saat itu daerah Garut dengan kondisi alamnya yang indah memang merupakan daerah favorit wisatawan yang berasal dari Eropa.

Komedian legendaris Charlie Chaplin pada tahun 1927 pernah menjejakkan kakinya di stasiun ini. Saat itu Charlie Chaplin bersama aktris Mary Pickford sedang dalam perjalanan liburan ke Garut.

Selain Chaplin, tokoh lain yang tercatat menjejakkan kaki di Stasiun Cibatu adalah Georges Clemenceau. Beliau adalah pendiri koran La Justice (1880), L'Aurore (1897), dan L'Homme Libre (1913); sekaligus penulis politik terkemuka. Clemenceau menjadi Perdana Menteri Perancis dalam dua periode, yakni 1906-1909 dan 1917-1920.

Setelah kemerdekaan Indonesia, tahun 1946, Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir Soekarno, juga sempat berkunjung ke stasiun Cibatu dalam rangkaian perjalanan menggunakan kereta api luar biasa melalui jalur selatan. Sepanjang perjalanan tersebut, rakyat di kota-kota kecil meminta Soekarno untuk turun di setiap stasiun (termasuk stasiun Cibatu) dan berpidato".  Sumber : Wikipedia
Dan Ini hasil foto member FOGA ( Fotografi Garut ) yang merupakan bagian dari visi kami untuk mendokumentasikan tempat tempat bersejarah yang ada digarut tercinta ini. ( Admin ) 

Stasiun Cibatu - Garut ( Dok : Chandra Famela )